Permasalahan sampah di Kota Depok masih belum juga bisa terselesaikan dengan baik. TPA Cipayung yang selama ini menjadi tempat utama untuk membuang sampah, sudah over kapasitas. Sementara TPA Cinambo yang dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk bisa menampung sampah Kota Depok dan sekitarnya, hingga kini juga belum bisa beroperasi. Di Depok sendiri produksi sampah hariannya mencapai lebih dari seribu ton.
Wakil Walikota Depok Imam Budi Hartono dalam acara kunjungan WWF Norwegia di Yayasan Wangi Bumi Nusantara di Kecamatan Sukmajaya Kamis (26/05/2022) mengatakan, sampah memang menjadi masalah besar yang hingga kini belum juga bisa terselesaikan dengan baik di wilayahnya.
Jika melihat sebaran sampah di Kota Depok, lanjut Imam, 60 persen diantaranya adalah organik. SIsanya 35 persen anorganik dan 5 persen residu. Warga Depok katanya, harus mulai terbiasa untuk memilah sampah sejak dari rumah. Untuk kemudian menyalurkannya ke bank sampah. Hal ini penting dilakukan agar tumpukan sampah di TPA Cipayung tidak semakin menggunung.
“Sampah di Depok juga menjadi masalah penyebab banjir. Karena masyarakat Indonesia pada umumnya masih membuang sampah sembarangan. Di sungai atau danau sehingga menyumbat drainase. Selain itu juga menyebabkan kotor, bau, dan menimbulkan penyakit. Kita bisa melihat sepanjang sungai Ciliwung banyak sekali sampah-sampah bertebaran.”
Imam bilang, pihaknya, terus berupaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu alternatif yang ia dorong adalah dengan pembentukan bank sampah di setiap Rukun Warga (RW). Dengan begitu ia berharap tidak terjadi lagi penumpukan sampah di TPA Cipayung.
“Keperluan untuk pembentukan bank sampah yang bisa mengelola sampah di hulu menjadi sangat penting bagi kami,” kata Imam.
Lebih lanjut Imam mengatakan, di Depok sudah terbentuk sekitar 390 bank sampah. Jumlah tersebut dirasa masih kurang mengingat di wilayah tersebut terdapat 925 Rukun Warga (RW). Ia menargetkan bank sampah akan terbangun di tiap RW. Masih kurang 535 bank sampah lagi.
“Pekerjaan di dalam komunitas bank sampah sampai saat ini baru mengajak masyarakat untuk memilah sampah organik, anorganik dan residu. Sementara untuk sampah organiknya dikelola oleh UPS (Unit Pengelolaan Sampah) di tingkat kelurahan untuk dijadikan pupuk maupun pakan maggot,” ujarnya.
Jika bank sampah ini dibangun di tiap RW dan berjalan dengan baik, lmam bilang, upaya untuk mengurangi tumpukan sampah plastik bisa dengan cepat dilakukan. Tapi dengan kondisi yang ada sekarang, sampah plastik menjadi kurang tertangani dengan baik. Sebab bank sampah yang sudah terbentuk dirasa masih kurang dari target yang seharusnya.
“Jumlah komunitas bank sampah perlu ditingkatkan lagi. Kami berharap semua RW punya komunitas bank sampah sehingga pemilahan bisa terjadi. Bisa mengurangi sampah. Kalau seluruh warga Depok memilah sampah, akan mengurangi volume sampah per harinya. Sehingga nantinya diharapkan sampah tidak masuk lagi ke TPA Cipayung,” katanya.
Untuk mempercepat pembentukan bank sampah di tiap RW, Pemerintah Kota Depok sudah membuat instruksi kepada setiap lurah untuk mengidentifikasi wilayahnya masing-masing. Jika di kelurahan tersebut terdapat RW yang belum ada bank sampahnya, ia meminta untuk segera dibentuk. Pihaknya juga mengalokasikan dana sebesar Rp.50 juta per kelurahan untuk membangun bank sampah. Selain itu ia juga sedang merumuskan aturan turunan untuk mengakselerasi pembentukan bank sampah.
“Untuk regulasi kita pelajari dulu. Bisa melalui Perda atau Perwali agar lebih efektif,” tegasnya.
Selain itu kerjasama dengan pihak lain untuk mengatasi persoalan sampah juga terus dilakukan. Terbaru adalah kerjasama dengan WWF melalui program Plastic Smart Cities yang dideklarasikan sejak tahun lalu.
“WWF akan memberikan pendanaan yang cukup besar untuk penanganan sampah plastik. Selama tiga tahun mereka akan memeberikan pendanaan kalau bisa terserap sekitar Rp.10 milyar. Kami tentu senang sekali WWF mau ikut serta dalam upaya penanganan sampah plastik di Kota Depok.”
Anggota DPRD Kota Depok Muhammad Suparyono mengatakan hal yang berbeda. Menurutnya, Depok membutuhkan bank sampah sebanyak 4.500 unit. Hal ini karena Depok mempunyai 2,5 juta penduduk. Jika satu rumah diisi oleh lima orang, maka di Depok ada sekitar 500 ribu rumah. Sementara kapasitas bank sampah, hanya bisa melayani sekitar 100 rumah per unitnya.
“Kalau untuk wilayah perkampungan, bank sampah mungkin cocok. Tapi untuk wilayah perumahan, banyak bank sampah yang tutup. Kita tahu di perumahan-perumahan itu kan penduduknya relatif masih produktif bekerja. Sehingga bank sampah yang sudah terbentuk tidak ada yang mengelola,” ucapnya.
Meski begitu, ada juga bank sampah yang berlokasi di komplek perumahan, tapi masih berjalan dengan baik. Salah satunya bank sampah Annisa yang terletak di komplek perumahan Pelni, Kecamatan Sukmajaya.
Hal berbeda yang dilakukan oleh Bank Sampah Annisa selain mengumpulkan sampah dari warga, ia juga mendirikan drop box yang berdiri persis di samping kantornya. Memanfaatkan fasum komplek perumahan, kotak sampah memanjang setinggi kurang lebih satu meter itu dicat dengan beraneka warna yang menarik. Biru, oranye, merah, kuning, merah muda, dan hijau. Warna-warna kotak tersebut sengaja dibedakan agar warga bisa memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Warga bisa meletakan sampah plastik, kertas, botol bekas minuman dan lain sebagainya dimasukan sesuai dengan keterangan yang ada di kotak tersebut.
“Mudah-mudahan nanti ini juga diikuti oleh perumahan-perumahan lain sehingga seluruh perumahan memiliki bank sampah yang modelnya seperti bank sampah Annisa.”
Ratih, Pengurus Bank Sampah Annisa mengatakan, terbentuknya komunitas itu dimulai pada tahun 2018. Berawal dari keprihatinan ia bersama warga sekitar terkait dengan kondisi TPA Cipayung yang sudah melebihi kapasitasnya.
“Jadi kami ingin melakukan sesuatu. Seperti gayung bersambut, Pak RW juga mendukung kami untuk membangun Bank Sampah di wilayah ini. Kami berharap bisa mendapatkan mendapatkan manfaat dari pengelolaan sampah ini sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu juga bisa membawa manfaat ekonomi,” katanya.
Lebih lanjut Ratih bilang, operasional Bank Sampah Annisa didukung oleh 13 perempuan dan tiga pria. Sampai sejauh ini ada 80 warga yang tergabung menjadi nasabah Bank Sampah. Angka tersebut menurutnya masih kecil. Namun ke depan ditargetkan bisa melayani tiga ribu nasabah. Sebagai bentuk legalitas, operasional Bank Sampah Annisa juga didasari SK dari Kelurahan.
“Kami terus melakukan sosialisasi kepada warga agar mau memilah sampah dari rumah. Sampah kalau tidak diolah, itu akan akan berdampak luas dalam jangka yang panjang. Karena itu harus diubah agar tercipta kebiasaan baru. Juga harus konsisten.”
Kegiatan penimbangan sampah yang terkumpul dilakukan satu hingga dua kali dalam seminggu. Namun sebelum pandemi Covid-19, hal itu bisa dilakukan hingga empat kali dalam seminggu. Dalam setahun, total sampah yang bisa dikelola sejumlah 4,6 ton.
Ratih bilang, untuk memudahkan pelayanan, pihaknya juga aktif melakukan jemput sampah ke tiap rumah. Hal ini dilakukan agar warga yang tidak sempat mengunjungi Bank Sampah Annisa, bisa tetap menyetorkan sampahnya.
“Kami juga bekerjasama dengan WWF melalui program PSC. Harapan ke depan sampah plastik yang kami kelola juga bisa ada nilai tambahnya. Tidak hanya dijual kepada pengepul. Kami merencanakan untuk membangun fasilitas daur ulang. Sehingga sampah plastik yang terkumpul nantinya bisa diolah menjadi produk baru,” tegasnya.
Manajer PSC Tri Agung mengatakan, saat ini Indonesia mengalami darurat sampah. Hal ini terjadi karena TPA di berbagai kota, termasuk Depok, sudah mengalami over kapasitas. Maka perlu dilakukan upaya yang sistematis dan terintegrasi untuk mengurai permasalahan tersebut.
“Kita upayakan untuk mengurangi sampah untuk masuk ke TPA. Hal yang jadi konsen kami adalah sampah plastik. Karena plastik itu kan terutrai ke alamnya susah,” katanya.
Program PSC lanjut Tri, juga akan mendukung Pemerintah Kota Depok untuk meningkatkan kapasitas bank sampah. Ia berharap kolaborasi yang terjalin bisa berjalan dengan baik.
“PSC akan mendukung bank sampah di kota Depok. Selain itu kami juga akan bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat di kota Depok yang punya pengalaman dalam mengelola sampah plastik. Kami juga akan memberikan pelatihan-pelatihan kepada mereka.”
Selain Bank Sampah Annisa, lembaga lain yang juga sudah diajak kerjasama dalam program PSC adalah Yayasan Bumi Wangi Nusantara. Lembaga yang berdiri pada 11 Desember 2019 ini, membawahi sekitar 350 Bank Sampah yang ada di Depok. Ia juga aktif melakukan berbagai kegiatan edukasi kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah secara terpadu.
Hal lain yang juga akan dilakukan adalah kerjasama dengan start-up untuk juga mendukung pengelolaan sampah plastik. Ia menegaskan PSC akan memberikan dana hibah untuk pengurangan sampah plastik di wilayah tersebut.
“Tentu kami tidak menargetkan nol sampah plastik. Tapi kami menargetkan 30% dari baseline sampah plastik tahun 2021 yang kemarin sudah kami studi,.Mudah-mudahan kerjasama ini berjalan dengan baik,” tutupnya.***