Empat tahu lalu, Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto membentuk Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung. Ia dibentuk untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di sungai sepajang 119 km tersebut, khususnya yang berada di Kota Bogor. Setelah empat tahun berjalan, bagaimana capaian yang sudah dihasilkan?
Di sela acara bersih-bersih sungai Ciliwung Senin (22/8/22), Bima mengatakan, keberadaan Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung sangat efektif. Ia penting guna mengatasi aliran sungai itu dari banyaknya sampah serta berbagai masalah lain.
“Alhamdulilah ini terus berjalan. Selain melakukan pemilahan sampah, Satgas juga membangun kebiasaan baru bagi masyarakat di sekitar bantaran sungai Ciliwung. Kita ingin agar kegiatan ini terus berjalan. Siapa pun Walikotanya, Satgas ini harus terus berjalan,” katanya.
Bima berkomitmen hingga akhir masa jabatannya, ia akan fokus membenahi tata kelola sungai Ciliwung dan berbagai isu lingkungan lain yang ada di Kota Bogor. Edukasi dan pendampingan kepada masyarakat yang terus menerus dilakukan oleh tim Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung menurutnya, sangat membantu untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada.
“Ini usaha yang harus terus menerus dilakukan. Hari ini kita ingatkan lagi bahwa gerakan ini masih ada dan harus lebih kencang lagi berlari,” kata Bima.
Menurutnya, kinerja Satgas sudah efektif dalam mengurangi timbunan sampah yang ada di sepanjang sungai Ciliwung Kota Bogor. Ia juga mengklaim, kualitas air di sungai Ciliwung kini jauh lebih bersih dibandingkan dengan sebelumnya. Semakin banyak pihak yang lebih peduli untuk menjaga sungai tersebut. Termasuk kesadaran dari aparatur pemerintahan juga meningkat.
“Dulu banyak sekali titik timbunan sampah. Sekarang titik itu sudah jauh berkurang. Meskipun masih ditemukan sampah, tapi itu adalah sampah yang terbawa hanyut oleh air sungai kala terjadi banjir. Dalam keadaan normal, titik timbunan sampah sudah banyak yang hilang. Ini artinya juga bisa mengurangi risiko banjir di Jakarta. Mengurangi sampah yang mengalir sampai ke Jakarta,” paparnya.
Ia bilang, titik timbunan sampah di sepanjang sungai Ciliwung yang ada di Kota Bogor sudah berkurang lebih dari 70 persen. Keberadaan Satgas juga efektif mengurangi timbunan sampah plastik sebanyak 500 kilogram per hari.
“Untuk itu kita akan terap mengalokasikan anggaran untuk Satgas di APBD. Anggaran yang dialokasikan hampir dua milyar per tahunnya,” tegasnya.
Tak hanya itu. Pihaknya juga membangun ecoriparian di kawasan Sukaresmi. Juga membangun beberapa kampung tematik yang fokus pada penanganan sampah. Sehingga diharapkan tidak aka nada lagi sampah yang dibuang ke sungai Ciliwung.
Hal senada juga disampaikan Denni Wismanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor. Pihaknya merasa sangat terbantu dengan keberadaan Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung. Ia bilang, hal yang dilakukan oleh Satgas tak hanya memungut sampah di sepanjang sungai. Lebih dari itu, Satgas juga berperan untuk mendampingi sekaligus mengedukasi warga sekitar.
“Satgas itu adalah bagian yang luar biasa. Selama empat tahun terakhir ini, eksistensi Satgas terlihat. Kalau hanya memungut sampah itu pekerjaan biasa. Tapi secara terus menerus menegdukasi masyarakat sekitar bantaran sungai Ciliwung agar tidak membuang sampah ke sungai itu luar biasa. Satgas mengajak masyarakat untuk tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah panjang,” paparnya.
Menurut Denni, di tahun 2020 hingga 2021, 18 persen timbulan sampah di Kota Bogor bisa bekurang. Hal itu bisa terjadi juga ada peran Satgas di dalamnya.
Aktivis Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung Adi Saiman mengklaim, sudah banyak capaian yang ditorehkan oleh pihaknya sepanjang empat tahun tearkhir. Meski ia juga menyadari, apa yang sudah dikerjakannya masih belum sempurna.
“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Tapi perubahan yang terjadi sudah signifikan. Terutama perubahan perilaku warga di sepanjang bantaran sungai Ciliwung,” katanya.
Adi bilang sebelum adanya Satgas, warga seolah menjadikan aliran sungai Ciliwung sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Akibatnya banyak sampah yang menumpuk dan tidak terangkut. Jika pun dilakukan pengangkutan, tak sampai sepuluh persennya.
“Memang sampah memang masih ada. Tapi jika dibandingkan dengan dulu, jumlahnya jauh lebih sedikit. Dulu titik timbunan sampah ada 87. Sekarang sudah tidak ada,” ucapnya.
Kalau pun masih ada sampah, lanjut Adi, hal itu biasanya terjadi karena terbawa hanyut dari hulu. Selain itu masih juga ditemukan warga lain yang membuang sampah begitu saja ke sungai Ciliwung. Tapi ia mengklaim kesadaran warga yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung sudah tinggi sehingga tidak ada lagi yang membuang sampah sembarangan. Hal itu yang menyebabkan terjadi titik timbunan sampah baru. Tapi ketika hal itu ditemukan oleh tim Satgas, langsung dibenahi.
“Saya berharap Satgas akan tetap ada meskipun Walikota Bogor berganti. Sebab upaya untuk edukasi dan pendampingan kepada warga harus dilakukan secara berkelanjutan. Tapi tentu harus ada inovasi lain juga. Sistem tata kelola sungai dan sampah yang baik juga harus dibangun.”
Plastic Smart Cities
Sejak 26 Agustus tahun lalu, Bogor menjadi kota pertama di Indonesia yang mendeklarasikan program Plastic Smart Cities (PSC). Bima mengatakan, gerakan global yang diinisiasi oleh WWF itu sejalan dengan visi memulihkan sungai Ciliwung. PSC katanya, mendukung kegiatan Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung sekaligus mengurangi timbunan sampah plastik di TPA Galuga.
“PSC ini adalah kelanjutan dari Perwali yang dikeluarkan untuk melarang penggunaan tas plastik. Jadi kita juga bergerak untuk hilirisasinya. Artinya bukan saja dipilah sampah plastiknya, bukan saja dikurangi, tapi dia diolah menjadi berguna.”
Bima juga bilang, PSC mendukung konsep sirkular ekonomi. Itu juga sejalan dengan program Pemkot Bogor. Ia berkomitmen untuk bersinergi menyukseskan program PSC. Salah satu dukungan yang diberikan adalah mengalokasikan anggaran untuk pendamping. Juga menyiapkan lahan untuk tempat pengolahan sampah plastik terpadu. Salah satunya di Mekarwangi seluas 500 meter persegi.
“Kita siapkan juga di Bantarkemang. Permasalahan sampah plastik tidak cukup dengan mengurangi dan edukasi saja. Tapi harus dilakukan berbagai upaya untuk hilirisasinya.”
Senada dengan Denni. Ia menyebut, PSC sejalan dengan program Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung. Menurutnya, program PSC penting guna mengurai berbagai persoalan sampah, khususnya sampah plastik.
“Untuk mengurai berbagai persoalan sampah, harus dilakukan dengan upaya kolaborasi dengan semua pihak. Kita termasuk salah satu contoh dari beberapa kota di Indonesia yang sudah berhasil dalam upaya pengurangan sampah. Kita sudah ada Perwalinya dan kita juga sekarang sudah mulai melakukan beberapa cara-cara untuk melakukan pengurangan, pengumpulan, dan pengelolaan sampah. Itu sudah dilaksanakan secara terus menerus,” katanya.
Adi mengatakan, apa yang dikerjakan olehnya saling erat terkait dengan program PSC. Sebab menurutnya untuk menyelesaikan masalah sampah plastik, tak bisa dilakukan sendiri. Butuh kolaborasi yang apik dengan berbagai pihak.
“Dorogan program PSC sangat membantu. Ini yang nantinya bersinergi kemudian menjadi kekuatan dalam kegiatan pengelolaan sampah,” tandasnya.***