“Healing ke Pantai yuk!”
Frasa “healing” belakangan memang terasa begitu akrab di telinga. Meski pada akhirnya frasa yang sering digunakan tersebut terjadi pergeseran makna. Dari penyembuhan diri, menjadi berwisata. Terlepas dari itu, “healing” ke pantai memang menjadi pilihan yang tepat guna melepas penat selepas berkutat dengan segudang pekerjaan. Terlebih pasca pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia yang memaksa banyak orang untuk membatasi mobilitas. Tak heran tuntutan untuk bervakansi menjadi sebuah kebutuhan yang tak bisa ditawar lagi bagi kebanyakan orang.
Apalagi pantai dan laut di bumi Nusantara menyajikan panorama yang begitu mengagumkan. Pasir putih yang halus, air laut yang sejernih kristal tentu memanjakan siapa pun yang hendak ber-healing ria. Beragam aktivitas seperti snorkeling atau menyelam untuk melihat keindahan bawah laut pun jadi pilihan yang sangat menarik. Melihat ribuan ikan cantik yang bergerak bebas, atau hamparan terumbu karang yang terasa sangat magis.
Tentu kekayaan yang terkandung di laut Nusantara tak perlu diragukan lagi. Sekitar 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut dan lebih dari 950 biota terumbu karang hidup di dalamnya. Dari keseluruhan spesies terumbu karang yang ada di dunia, 76% diantaranya hidup di wilayah perairan bumi pertiwi. Sementara untuk spesies ikan karang dunia, 37% ada di lautan yang membentang antara Sumatera hingga Papua. Luas laut Nusantara sendiri tak kurang dari 5,8 juta kilometer persegi.
Tak heran jika wilayah perairan Nusantara disebut sebagai coral triangle. Di kawasan barat samudera Pasifik itu, keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya memang melimpah ruah. Belum lagi dengan gugusan kepulauan di Nusantara yang jumlahnya terbilang fantastis, sekitar 17 ribu pulau dengan sepuluh pulau besar berada di dalamnya. Tak heran jika Pemerintah sendiri mencanangkan Nusantara sebagai poros maritim dunia.
Konon katanya, nenek moyang kita adalah seorang pelaut. Kekayaan budaya yang terbentuk sejak ribuan tahun lalu di seluruh wilayah Nusantara pun, berangkat dari adanya peradaban di wilayah laut dan pesisir. Sejak dahulu kala, laut juga menjadi sumber penyangga utama kehidupan masyarakat di bumi Nusantara.
Ikan yang terkandung di laut Nusantara lebih dari cukup untuk dijadikan sumber pangan yang mengandung protein tinggi. Nilai ekonominya juga luar biasa. Beberapa jenis ikan laut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi diantaranya tuna, cakalang, kakap dan tongkol. Belum lagi ada udang, lobster, kepiting, kerang dan lain sebagainya.
Kekayaan yang melimpah ruah itu bisa kita lihat dengan mata telanjang. Tengok pelabuhan perikanan baik yang skala besar maupun kecil yang ada di seluruh penjuru negeri ini. Hasil tangkap nelayan tak pernah kosong. Selalu tersedia setiap hari. Hasil ikan tangkap nelayan dari wilayah laut Nusantara diperkirakan mencapai 12,54 juta ton per tahunnya.
Film dokumenter produksi Rekam Nusantara bertajuk Nusantara dan Lautnya mengungkap hal tersebut. Dengan durasi delapan menit 39 detik, film ini juga berhasil menampilkan segala keindahan yang ada di
wilayah perairan Nusantara yang tentu saja memanjakan indera penglihatan. Membuat hasrat untuk ber-healing ria menuju berbagai wilayah laut di Nusantara semakin menggebu.
Tak hanya itu. Di balik keindahannya yang memabukan pandangan mata, film ini juga memotret sederet ancaman yang ada di dalamnya. Kekayaan ekosistem laut yang melimpah ruah tersebut bukan berarti bebas dari ancaman. Faktor utamanya tak lain adalah keserakahan manusia itu sendiri. Disadari atau tidak, perilaku yang diperbuat hari ini mengancam megah dan indahnya ekosistem laut Nusantara.
Ber-healing ria dengan menikmati pesona laut Nusantara boleh dilakukan. Tapi tentu mempertahankan keberlanjutan ekosistem laut menjadi sebuah keharusan. Sembari menyusun agenda healing menuju berbagai pantai dan laut di bumi Nusantara, menyaksikan film dokumenter tersebut bisa jadi pilihan menarik. Untuk sekedar mengobati kerinduan akan aktivitas vakansi yang lama terhalang pandemi Covid-19. Film tersebut bisa disaksikan di kanal YouTube Rekam Nusantara.