Perumahan Sukadamai Green Residence Terapkan Pengelolaan Sampah Secara Terpadu?

Share :

Setiap hari Daim berjalan berkeliling komplek perumahan Sukadamai Green Residence Kota Bogor dengan membawa gerobak sampahnya. Memeriksa beberapa tong sampah yang tersebar di perumahan tersebut. Sampah yang ia temukan, kemudian dimasukan ke dalam gerobak. Sementara rekannya Wahyu, mengangkut sampah organik sisa makanan dalam kotak berwarna biru yang juga tersebar di beberapa titik di perumahan tersebut. 

Di perumahan yang hanya diisi oleh 50 rumah tersebut, sampah yang warganya buang memang sudah terpisah antara organik dan non organik. Sejak awal tahun 2022, fasum yang ada di perumahan tersebut disulap menjadi tempat pengelolaan sampah terpadu. Beberapa anggota Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung, ikut serta dalam pendampingan warga. Diedukasi untuk memilah sampah yang dihasilkan sejak dari rumah masing-masing. 

“Dulu warga di sini tidak memilah sampah. Jadi sampahnya disatukan, dan sering menumpuk. Akhirnya bau,” kata Daim. 

Desember 2021, sampah di komplek perumahan tersebut menggunung. Truk pengangkut sampah telat mengambilnya. Sehingga menimbulkan bau tidak sedap. Tak jarang, Daim mengambil jalan pintas. Membakar sampah tersebut di lahan samping komplek perumahan.  

Kini semuanya berubah. Sampah anorganik yang didapat dari beberapa tong sampah yang tersebar itu, kemudian dipilah kembali oleh Daim. Sampah yang mempunyai nilai ekonomi, kemudian ia kumpulkan. Seperti botol plastik, kardus, dan lainnya. Setelah terkumpul cukup banyak, sampah tersebut kemudian ia jual kepada pengepul. 

“Dalam seminggu saya bisa menghasilkan serratus ribu dari hasil memilah sampah,” ujarnya. 

Sementara Wahyu, rekannya sesama petugas kebersihan, bertanggungjawab dalam mengelola sampah organik. Sisa makanan warga yang terbuang seperti sayuran, buah-buahan, lauk pauk dan lainnya kemudian dijadikan pakan maggot. Beberapa kotak maggot terpajang di bangunan berukuran 6x3 meter tersebut.  

Wahyu kemudian memasukan sampah organik itu ke dalam kotak-kotak persegi panjang yang di dalamnya sudah terdapat maggot. Ia sejenis larva dari serangga black soldier fly. Ajaibnya jika sampah organik cepat membusuk dan menimbulkan bau menyengat, tapi kali ini tidak.   

“Ini sampah organiknya akan cepat habis dimakan maggot. Jadi tidak membusuk dan bau,” kata Wahyu. 

Maggot yang sudah dewasa kemudian dipanen secara berkala. Ia dimanfaatkan untuk menjadi pakan ternak seperti ayam dan ikan. Tak hanya itu, kulit maggot juga bisa diolah menjadi kasgot yang bermanfaat untuk menjadi pupuk organik. 

Sementara itu sampah yang dihasilkan dari dedaunan dan rumput yang ada di perumahan itu, juga diolah menjadi kompos. Pengelolaan sampah dirancang terpadu. Sehingga sampah yang dibawa dari perumahan tersebut hanya tinggal residunya saja.  

Warga Perumahan Sukadamai Green Resince Mahrini mengaku senang dengan keberadaan tempat pengelolaan sampah yang ada di dekat tempat tinggalnya. Ia mengaku jadi lebih paham dalam memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Dipisah antara sampah organik dan anorganik.  

“Sekarang makanan yang terbuang seperti sisa sayuran jadi ada wadahnya. Kita kan dulu hanya taruh di plastik terpisah tapi ketika dibuang tetap disatukan. Enggak tahu kelanjutan sampahnya diapain? Sekarang kan kita jadi tahu ternyata sisa makanan yang terbuang juga bisa diolah. Ada manfaatnya seperti untuk pakan maggot,” katanya. 

Ia bilang, semenjak ada tempat pengolahan sampah tersebut, proses pengangkutannya menjadi lebih teratur. Juga membuat lingkungan sekitarnya menjadi lebih bersih dan nyaman. Tempat pengolahan sampahnya juga tidak menimbulkan bau menyengat seperti yang dikhawatirkan banyak warga. 

“Sekarang kan terpisah antara organik dan non organik. Jadi sudah jelas lah kalau yang basah di tempat sampah biru, yang enggak di sebelahnya. Semua anggota keluarga saya sudah tahu, kita dari rumah sudah dipisahin sampahnya. Anak-anak di rumah juga saya ajarin,” katanya.  

Direktur Eksekutif Yayasan Rekam Nusantara Een Irawan Putra yang juga tinggal di perumahan tersebut mengatakan, infrastruktur tempat pengelolaan sampah terpadu itu dibangun atas bantuan program PSC (Plastic Smart Cities), sebuah gerakan global untuk mengurangi sampah plastik yang digawangi oleh WWF.  

“Perumahan di Bogor itu banyak. Harusnya juga bisa menyediakan?tempat pengelolaan sampah yang baik dan benar. Sehingga tidak ada lagi sampah yang keluar dari perumahannya. Atau paling tidak residunya saja yang keluar,” katanya. 

Dengan begitu menurutnya, hal itu bisa membantu menyelesaikan persoalan pelik dalam persampahan. Sayangnya selama ini, masyarakat terbiasa mencampur adukan sampah yang dihasilkan. Padahal jika dipilah terlebih dahulu sejak dari rumahnya, persoalan sampah bisa terselesaikan dengan baik.  

“Berarti harus ada dukungan fasilitas sarana prasarana. Dan saya sadar, saya nggak mungkin minta itu ke APBD. Karena dari dulu saya menghindari hal itu. Untungnya sekarang ada bantuan dari PSC,” katanya. 

Een bilang, lahan yang digunakan untuk membangun infrstruktur pengelolaan sampah di perumahannya merupakan fasum. Warga juga mendukung hal tersebut. Meski di awal-awal, masih banyak warga yang mencampur-adukan sampahnya. Ia terus mengingatkan warga secara intens untuk memilah sampahnya.  

“Kondisi sekarang sudah jauh lebih baik, warga pun banyak yang dating ke sini. Kan sampah di sini dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan bau.” 

Een bilang, apa yang dikerjakan di perumahan tempat ia tinggal sangat mungkin untuk direplikasi di wilayah lainnya. Apalagi menurutnya, semua komplek perumahan itu mempunyai lahan fasum. Hal itu bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur pengelolaan sampah secara terpadu. 

“Mereka kan punya fasum, punya lahan. Tapi pasti kan pertanyaannya darimana dananya? Pemda juga susah nganggarin. Tapi ini kan ada PSC. Bisa bantu danain bangun. Tapi kan semata-mata tidak bisa hanya membangun doang. Harus dipastikan ada warga yang bisa mengawal proses pemilahan sampahnya dengan baik. Edukasi ke warga harus terus dilakukan,” ucapnya. 

Een berharap program PSC ke depannya bisa membantu pemukiman padat penduduk juga komplek perumahan yang ada di Kota Bogor untuk juga menerapkan hal yang sama. Membangun infrastruktur untuk mengelola sampah secara terpadu. Meski ia menegaskan, kunci dari keberhasilannya ada pada proses pemilahan sampah. Ini yang harus terus disosialisasikan kepada warga. 

 “Harapan saya ini terus berjalan. Warga memilah sampah mulai dari rumahnya masing-masing. Sampah anorganik yang masuk ke sini kemudian dipilah lagi untuk diambil yang memiliki nilai ekonominya. Sisanya nanti dibawa ke TPS3R Mekarwangi yang sekarang sedang dibangun untuk diolah. Sehingga kita bisa menyelesaikan masalah. Tidak ada lagi sampah yang masuk ke TPA,” katanya. 

Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, pengelolaan sampah terpadu yang dijalankan di komplek Perumahan Sukadamai Residence merupakan praktik yang sangat baik. Membuktikan kekhawatiran warga soal pengelolaan sampah bisa menimbulkan bau dan kotor, bisa diatasi dan tidak mengganggu lingkungan. 

“Pengelolaan sampah terpadu seperti di Sukadamai ini bisa berjalan dengan baik kalau ada kerjasama yang baik. Dan yang paling penting adalah bisa memberikan nilai ekonomi kepada warga,” katanya. 

Bima bilang, praktik tersebut bisa direplikasi di perumahan lainnya. Ia juga menginstruksikan kepada lurah yang ada di Kota Bogor berikut Kepala Dinas Lingkungan Hidup untuk mempelajari praktik baik tersebut. Supaya nantinya bisa diadopsi di wilayah launnya. 

 “Harusnya ini bisa direplikasi di tempat lain. Jadi ini gerakan pengelolaan sampah dengan pola green economy di komplek perumahan teratur. Ke depan jika dibutuhkan regulasi untuk mengatur pola kerjasamanya kita bisa buatkan Perwali sebagai turunan dari Perda tentang pengelolaan sampah yang ada,” tandasnya.***

Blog Lainnya