PSC Goes to School: Bersinergi Mewujudkan Pesantren Bebas Sampah Plastik

Share :

Puluhan santri berkumpul di aula Pondok Pesantren Daarul Uluum yang berada di kawasan Baranangsiang Kota Bogor, Rabu (7/9/22). Mereka tampak antusias menyimak berbagai materi mengenai pemilahan sampah. Beberapa bahan peraga mengenai jenis-jenis sampah, terpampang di hadapan mereka. Seperti instalasi sampah, poster dan lain-lain.

Materi acara disampaikan secara atraktif. Mereka dibagi ke dalam empat kelompok. Masing-masing kelompok membahas tema yang berbeda-beda. Ada bahasan mengenai sungai, sampah, plastik dan cara memilah sampah. Tiap kelompok juga didampingi oleh fasilitator. Diskusi yang terjalin di antara mereka terasa hangat dan meyenangkan. Di sela diskusi, mereka juga sesekali bernyanyi atau meneriakan yel-yel.

“Pernah buang sampah sembaragan?” Tanya seorang fasilitator.

Beberapa diantara mereka ada yang menjawab pernah melakukan hal itu. Tak sedikit pula yang mengaku memang tidak pernah membuang sampah sembarangan. Lokasi pesantren Daarul Uluum tepat di sisi sungai Ciliwung. Hal ini pula yang mendasari acara edukasi bertajuk “PSC Goes to School” ini memilih pesantren tersebut sebagai lokasi acara. Harapannya para santri bisa lebih sadar akan pentingnya menjaga sungai tetap bersih dari timbulan sampah.

Inti dari diskusi yang terjalin di antara mereka, adalah mengenai pentingnya memilah sampah sejak dari sumbernya. Hal ini penting agar sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah hanya residunya saja. Sementara sampah yang bisa didaur ulang atau memiliki nilai ekonomi, bisa dimanfaatkan kembali.

Beberapa saat setelah sesi diskusi berjalan, mereka melakukan inspeksi sampah. Beberapa santri bergegas membawa karung berkeliling komplek pesantren. Memungut setiap sampah yang ada di wilayah tersebut. Jenisnya beragam. Botol plastik, sandal, kardus, sisa makanan dan lain sebagainya. Sampah yang berhasil mereka kumpulkan lalu dibawa kembali ke ruang aula. Proses pemilahan sampah segera dilakukan. Dipisah, lalu dimasukan ke dalam ember sesuai dengan jenisnya.

“Ini sampah apa?” Tanya seorang santri seraya mengacugkan botol plastik bekas.

“Anorganik!” jawab yang lai serempak.

“Kalau yang ini sampah apa?” tanyanya lagi sambil memperlihatkan saset bekas kopi.

“Residu!”

Selain inspeksi sampah, malam harinya acara dilanjutkan dengan menonton beberapa film dokumenter mengenai sampah dan sungai. Beberapa film yang diputar diantaranya diproduksi oleh Rekam Nusantara Foundation.

Marsya, salah seorang santri yang mengikuti acara tersebut mengaku senang. Lewat acara tersebut, ia mengaku bisa lebih paham mengenai sampah dan pentingnya menjaga sungai tetap bersih.

“kita belajar tentang cara mengolah sampah bersama Plastic Smart Cities. Kesannya bisa menambah ilmu, kita jadi tahu mana itu sampah organik, anorganik dan residu. Juga jadi tahu mana sampah yang bisa didaur ulang atau dijual. Jadi nambah wawasan lebih luas,” katanya.

Marsya berharap setelah acara tersebut, para santri yang ada di Pondok Pesantren Daarul Uluum bisa lebih sadar untuk menjaga lingkungannya. Ia juga berkomitmen untuk mulai memilah sampah. Sebab menurutnya, membuang sampah ke tempatnya saja, itu tidak cukup.

Hal senada juga disampaikan santri lain, Rizal. Ia bilang, selama ini anggapannya sampah itu adalah hal yang kotor dan bau. Tapi setelah mengikuti acara tersebut, ia semakin paham. Bahwa jika dikelola dengan baik, sampah juga bisa didaur ulang dan menghasilkan keuntungan lebih.

“Ternyata ada juga sampah yang bisa didaur ulang kembali. Seperti misalkan dijadikan kerajinan tangan yang bisa bermanfaat dan bisa digunakan kembali. Lalu soal sampah yang ada di sungai terutama sampah plastik, itu tentunya sangat membahayakan. Karena itu akan merusak ekosistem yang ada di sungai. Merusak tempat tinggal ikan,” katanya.

Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Pesantren Daarul Uluum Rizal Azizi mengatakan, menjaga kebersihan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Karenanya urusan sampah, harus diperhatikan oleh semua pihak.

“Rasulullah pernah mengigatkan bersihkalah segala sesuatu semampumu. Karena agama Islam dibangun dari segala sesuatu yang bersih,” katanya.

Ia bilang, sistem pendidikan yang ada di pesantren tersebut dirancang untuk kegiatan penuh selama 24 jam. Karenanya perpindahan orang di lokasi tersebut cukup padat da cepat. Tak ayal, hal tersebut menimbulkan banyak sampah.

“Semakin banyak kegiatan yang kita lakukan, maka akan semakin banyak juga sampah yang ditinggalkan. Tugas kita bagaimana caranya sampah yang ditinggalkan ini tidak memberikan pekerjaan yang percuma untuk pihak-pihak yang lain. Maka dari itu pola pikir kita untuk mengelola sampah ini sangat penting sekali. sebangun sekali dengan apa yang dicita-citakan oleh Pesantren Daarul Uluum ingin semua warganya bisa meempatkan posisinya masing-masing agar kita bisa memperlakukan sampah sebaik mungkin,” katanya.

Mudirul Ma’had Daarul Uluum Fauzi Baats sangat mengapresiasi acara tersebut. Selama ini katanya, pihaknya juga mempunyai kegelisahan yang sama terkait persampahan. Terutama sampah yang berada di sungai Ciliwung, persis di sebelah pesantren yang ia pimpin.

“karena Pesantren kita itu secara geografis tidak bisa terlepas dari sungai Ciliwung. Seringkali kita memberikan arahan kepada pihak yang ada di pesantren ini betapa pentingnya menjaga kebersihan, mengelola sampah. Kita punya target menjadikan pesantren ini yang paling bersih di kota Bogor,” tegasnya.

Menurutnya, sejarah peradaban di berbagai belahan dunia tak bisa dilepaskan dari keberadaan sungai. Ia menyebut peradaban Mesir tak bisa lepas dari keberadaan sungai Niil, China dengan sungai kuningnya, India dengan sungai Gangga, Kerajaan Sriwijaya dengan sungai Musi, dan bahkan kerajaan Pajajaran pun tak lepas dari keberadaan sungai Ciliwung.

“Karena sungai adalah urat nadi kehidupan umat manusia. Barang siapa yang bisa menjaga sungai dan aliran airnya, maka dia bisa menjaga kehidupan anak dan cucu-cucunya berikutnya. Bahkan dalam ilmu fiqih, syariat Islam yang pertama dibahas itu bab thaharoh. Kamu mau wudhu pakai apa kalau airnya kotor? Oleh karena itu jagalah sungai. Cara paling sederhana dengan tidak mengotorinya terutama dari sampah plastik,” katanya.

Aktivis WWF Indonesia Saipul Siagian mengatakan, Plastic Smart Cities merupakan gerakan global yang diinisiasi oleh WWF. Gerakan tersebut dibuat karena sampah plastik merupakan masalah pelik yang juga mengganggu habitat satwa liar, terutama di laut.

“PSC adalah program yang dikerjakan bersama untuk kota-kota yang benar-benar cerdas dalam mengelola pengelolaan sampah. Bogor adalah kota pertama di Indonesia yang mendeklarasikan PSC. Harapannya terbentuk pegelolaan sampah yang akurat, efektif dan bisa dilakukan bersama,” katanya.

Motor gerakan tersebut menurutnya tentu saja Pemerintah. Tapi untuk menyukseskan gerakan yang menargetkan berkurangnya sampah plastik masuk ke TPA secara drastis itu, tentu memerlukan kerjasama dari berbagai pihak. Salah satunya, dari para pelajar. Hal ini pula yang mendasari acara edukasi tersebut dilaksanaka di Pondok Pesantren Daarul Uluum.

“Awalnya kegiatan kita lebih banyak meyelamatkan satwa-satwa yang masuk dalam kategori terancam punah. Tetapi kita melihat perubahan zaman, bahwa kerusakan ekosistem itu juga dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya sampah plastik. Banyak penelitian yang menyebut terjadi penumpukan sampah plastik di laut dan membentuk pulau plastik. Itu akhirnya menjadi ide WWF untuk bisa meyelamatkan satwa dan kehidupan manusia dengan mengelola sampah di kota masing-masing. Ada sekitar 15 kota yang sudah bergabung bersama kita. Mudah-mudaha ada bayak kota lain yang juga melakukan hal sama,” pungkasnya.***

Blog Lainnya