Rangkong Indonesia menghadiri Konferensi Rangkong Internasional ke 8 di Thailand

Share :

Konferensi rangkong ke-8 (The 8th International Hornbill Conference) diadakan di Fakultas Kehutanan, Universitas Kasetsart, Thailand pada tanggal 22-24 Mei 2023 dengan tema Happy Hornbills - Healthy Forest. Konferensi ini dilakukan mengenai presentasi hasil dari kegiatan konservasi yang dibawa para peserta.   

Acara dihadiri oleh pembicara atau panelis yaitu Dr. Woraphat Arthayukti sebagai President of Thailand Hornbill Research Foundation, Dr. Lucky Kemp sebagai Co-chair of IUCN SSC Hornbill Specialist Group, Dr. Aparajita Datta sebagai Nature Conservation Foundation dari India dan His Excellency Dasho Paljor J. Dorji dari Ugyen Wangchuck Institute for Forest Research and Training, Bhutan. 

Diadakannya konferensi bisa menjadi jalan untuk pengembangan relasi dan regenerasi konservasionis rangkong dan juga cara agar keberlanjutan konservasi rangkong untuk kedepannya agar tidak mengalami kepunahan. 

Tidak hanya relasi bagi konservasionis saja, konferensi ini juga bisa membantu untuk membangun relasi kemitraan antar lembaga dengan cara diskusi tentang pegalaman kegiatan konservasi rangkong di tingkat tapak. 

Konferensi ini bertujuan untuk meciptakan platform bagi para ilmuwan dan praktisi konservasi baik di dalam dan di luar Asia untuk mempresentasikan kemajuan penelitian, temuan, dana gagasan inovatif yang sudah dilakukan oleh para peserta. 

Selain itu juga tersedia forum untuk pertukaran pandangan, penyebarluasan ide dan pengembangan. Dari hal tersebut bisa terjadi kerjasama antara ilmuwan dan praktisi lokal dan internasional. 

Peserta diharuskan untuk menyampaikan hasil penelitian yang sudah dilakukan dengan masing-masing topik "Karakteristik Spasial Sarang Kangkareng Hitam (Anthracoceros malayanus) di hutan terganggu Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat". "Karakteristik Sarang Rangkong (Aves: Bucerotidae) di Kalimantan Barat". Serta "Estimasi Populasi Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) yang terancam punah di Indonesia". 

 

Tidak hanya presentasi mengenai hasil penelitian yang dilakukan, ada juga penyampaian hasil pemantauan perdagangan rangkong di berbagai platform perdagangan online dengan topik "Mencermati Perdagangan Online Rangkong di Indonesia". 

"Pada konferensi ini saya melihat dan bertemu kepada para ahli dan peneliti rangkong di seluruh dunia, banyak ilmu dan pembelajaran yang saya dapatkan," ucap Riki sebagai peserta konferensi rangkong. 

Riki menambahkan bahwa ini pengalaman pertama mengikuti konferensi memacu untuk memperkuat kapasitas diri sehingga kedepannya bisa menjadi bagian dari IUCN Hornbill Specialist Group. 

Heru selaku peserta konferensi, "Saya ingin melihat perkembangan riset dan kegiatan konservasi rangkong secara global. Jika memungkinkan, tambahan pengetahuan bisa dijadikan pedoman untuk meningkatkan efektifitas kegiatan di Indonesia". 

Melakukan konservasi spesies rangkong butuh adanya pendekatan yang secara menyeluruh. Riset, pendidikan konservasi, serta pemberdayaan masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan, karena ketiganya tidak bisa dipisahkan.  

Rangkong Indonesia dalam penelitian melakukan 3 hal tersebut, dan ditambah rincian yang cukup kompleks agar penjelasan dijabarkan lebih jelas dan mudah dipahami. Selama konservasi dilakukan tentunya ada hambatan yang dialami yaitu ketersediaan sumber daya, baik finansial maupun sumber daya manusia.  

Dibalik hambatan dalam peningkatan konservasi ada juga upaya yang tepat untuk bisa dilakukan, yaitu meningkatkan upaya konservasi rangkong dan mengembangkan ekowisata minat khusus berbasis masyarakat. 

Konservasi rangkong mempunyai dukungan dari berbagai lingkup, baik perorangan, regional, nasional, maupun internasional. Pihak yang mendukung pelestarian rangkong, baik moral maupun finansial.  

Dukungan perorangan, adanya program adopsi pohon sarang dan pakan rangkong yang difasilitasi Rangkong Indonesia. Sisi Nasional, rangkong telah dilindungi melalui peraturan Menteri LHK No. 106 tahunh 22018, yang merupakan turunan dari UU No. 5 tahun 1999. Dukungan internasional dalam bentuk finansial. Seperti kolaborasi antara Indonesia-US melalui TFCA-Kalimantan yang mendanai berbagai aktivitas konservasi Rangkong Indonesia di Kapuas Hulu Kalimantan Barat. 

"Harapan Saya supaya ada kolaborasi antar lembaga dan negara dalam konservasi rangkong di Indonesia. Melihat perkembangan riset di negara lain mempelajarinya dan mengadaptasikannya sesuai kebutuhan di Indonesia," ucap Mikael. 

Rangkong Indonesia didukung Whitely Fund for Nature dari Inggris untuk melanjutkan aktivitas konservasi rangkong selama 2 tahun terakhir ini. Rangkong Indonesia sudah menyelesaikan berbagai aktivitas penting dalam lingkup riset, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat. 

Populasi rangkong di Indonesia saat ini belum diketahui jumlahnya. Cara untuk mengetahui jumlah populasi harus dilakukan penelitian secara rutin. Peningkatan atau penurunan jumlah populasi rangkong dipengaruhi oleh laju deforestasi yang masih terjadi di Indonesia.*** 

 

Blog Lainnya