Teknologi digital semakin berkembang. Mayoritas orang dewasa ini menganggap memiliki gawai pintar bak sebuah kebutuhan primer yang tak bisa ditawar lagi. Selain sebagai media berkomunikasi, akses internet yang mendukungnya juga bisa untuk mencari berbagai informasi. Semua serba mudah dan cepat tersebar di berbagai platform, termasuk sosial media. Tak heran jika banyak orang memanfaatkan sosial media sebagai ajang untuk menyebarkan informasi sekaligus berbagi berbagai konten. Baik foto, video, gambar, update status dan lainnya.
Tentu perkembangan digital yang cepat tersebut, bisa dimanfaatkan untuk semakin memasifkan gerakan penyadartahuan terkait pentingnya mengelola sampah dengan bijak. Peluang tersebut inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh program Plastic Smart Cities (PSC), sebuah gerakan global yang diinisiasi oleh WWF. Bekerjasama dengan Yayasan Rekam Nusantara, ia menyelenggarakan pelatihan “Digital Story Telling” di Bogor, Rabu (16/11/22).
Peserta pelatihan tersebut adalah mereka yang selama ini fokus di isu persampahan. Mulai dari pengelola bank sampah, TPS3R, kelompok sadar wisata dan lainnya. Sementara pengampu pelatihan tersebut ialah Wahyu Mulyono dan Yoki Hadiprakarsa.
“Membuat konten digital story telling sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa pun. Tidak perlu membutuhkan skill yang ekstra seperti halnya dalam membuat film panjang. Intinya kita bercerita melalui konten digital. Sebetulnya simpel saja. Bisa menggunakan tools yang tersedia secara gratis seperti canva,” katanya.
Untuk pengambilan gambar yang mendukung konten digital, lanjut Wahyu, juga bisa menggunakan gawai pintar. Terpenting adalah pengemasan cerita dalam konten agar bisa menarik sehingga masyarakat luas bisa lebih mudah memahaminya. Menggabungkan seni bercerita dengan teknologi yang ada saat ini.
Menyebarkan pesan penyadartahuan terkait isu sampah melalui konten digital, menurut Wahyu, akan jadi jauh lebih efektif. Sebab sebagian besar masyarakat mengkonsumsi informasi melalui saluran digital.
“Kita sama-sama punya visi menjaga bumi ini, terutama terkait dengan sampah. Sekarang kan banyak yang tidak tahu mengapa sampah itu harus dipisahkan? Juga terkait dengan bank sampah. Atau cara menghasilkan uang dari sampah. Informasi seperti ini bisa kita kemas secara menarik melalui konten digital. Lalu kita sebarkan misalnya lewat grup whatsapp atau yang lainnya. Zaman sekarang kita benar-benar dimudahkan dengan teknologi dan perkembangannya juga sangat pesat. Jadi ini yang harus kita manfaatkan,” paparnya.
Wahyu berharap, para pegiat isu sampah yang mengikuti pelatihan tersebut kedepannya bisa mengambil peran yang strategis. Tidak hanya sebagai konsumen konten digital, tetapi juga menjadi pembuatnya.
“Membuat digital story telling menjadi sangat menarik itu perlu mengangkat sisi personal. Jangan pernah malu. Buat saja dulu. jangan ditunda. Kalau ditunda, nantinya gak akan jadi. Cari ide yang memang dari diri kita, dari kegiatan kita sehari-hari,” katanya.
Selain itu menurut Wahyu, dalam membuat konten digital story telling, sebaiknya lebih ringkas dan padat. Terpenting adalah pesan yang hendak disampaikan kepada khalayak, bisa tersampaikan dengan baik dan mudah dimengerti. Di sisi lain, riset juga penting dilakukan untuk memastikan keakuratan data yang ditampilkan dalam konten.
“Mulai dari ide yang sederhana dulu saja, enggak perlu ribet. Cari yang lebih universal. Kita bisa mengeksplor ide dengan banyak melihat literatur. Bukan hanya membaca tetapi juga menonton film,” katanya.
Yoki Hadiprakarsa mengatakan, pelatihan tersebut diselenggarakan agar pegiat isu persampahan bisa menyampaikan pesan ajakan menjaga bumi bebas dari sampah secara lebih efektif.
“Kita mesti pandai dan cakap untuk membangun komunikasi dalam menyampaikan pesan ajakan peduli sampah. Tapi tentu pesan itu harus mengena hingga akhirnya diterjemahkan lewat suatu perubahan. Mendorong masyarakat untuk mulai mengelola sampahnya lebih baik,” kata Yoki.
Ia bilang dalam beberapa tahun terakhir, isu sampah ini sudah berdampak nyata. Lingkungan di beberapa daerah banyak yang tercemar akibat tumpukan sampah yang masih belum tertangani dengan baik. Karenanya mengajak semua pihak untuk ikut bergerak dalam mengelola sampah dengan bijak menjadi sebuah keharusan.
“Saat ini istilah digital story telling sedang hype sekali. Ini sejalan dengan perkembangan digital di Indonesia yang sangat luar biasa. Lebih dari 70 persen populasi di Indonesia itu sudah tersentuh oleh digital. Penyadartahuan melalui komunikasi digital lewat sosial media itu sangat efektif. Mayoritas warga setiap hari bersentuhan dengan itu. Kita menyaksikan sendiri sepuluh tahun terakhir ini, arus media juga berperan untuk mengubah pola hidup dan pikir kita. Ini yang harus dimanfaatkan,” paparnya.
Menurutnya, acara pelatihan tersebut dirancang agar para peserta yang ikut serta bisa sama-sama belajar untuk mengemas sebuah konten supaya menarik. Mulai dari aspek teoritis hingga pengaplikasiannya. Harapannya pesan edukasi pengelolaan sampah bisa dengan mudah tersampaikan sehingga muncul sebuah gerakan perubahan.
“Gerakan yang muncul dari penyadartahuan lewat konten digital ini proporsi untuk kitanya sebetulnya hanya sekian persen. Proporsi terbanyaknya untuk generasi yang akan datiang. Kita harus terus berproses dan mengevaluasi diri. Tidak berhenti menyampaikan pesan untuk mengubah kota tempat kita tinggal menjadi lebih baik. Peserta yang ikut kegiatan ini meskipun hanya segelintir orang, tetapi jika mampu memanfaatkan channel digital, tentu akan memberikan dampak yang massif. Terpenting adalah konsistensi dan komitmen.”
Yoki berharap, setelah mengikuti kegiatan tersebut para peserta bisa membangun sebuah ekosistem digital story telling yang menarik terkait dengan isu pengelolaan sampah, terkhusus soal sampah plastik. Menurutnya, semua orang bertanggungjawab untuk menjadikan tempat tinggalnya menjadi lebih baik. Sehingga akan lahir gerakan-gerakan kecil untuk mengelola sampah dan menghasilkan dampak besar.
“Ini adalah kesempatan yang sangat luar biasa. Kami belajar membuat satu informasi lebih menarik untuk bisa disampaikan kepada banyak. Dengan ilmu yang didapat hari ini, kedepannya kami akan membuat konten yang lebih menarik agar semakin banyak orang tergerak ikut berpartisipasi dalam menjaga bumi. Khususnya terkait dengan isu sampah,” kata pengelola TPS3R Mutiara Bogor Raya, Titin.
Lebih lanjut ia mengatakan, materi yang disampaikan oleh pemateri mudah dipahami. Diskusi yang terjalin selama kegiatan juga santai dan terbuka. Pemateri katanya, memberikan banyak masukan dalam mengemas informasi terkait pengelolaan sampah menjadi lebih menarik.
“Kami juga dapat banyak masukan terkait bagaimana mengelola sosial media ke depannya,” ujarnya.
Aktivis Yayasan Wangi Bumi Nusantara Depok Reni Ekawati mengaku senang bias ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Ia bilang, kegiatan tersebut menambah wawasannya terkait dengan digital story telling.
“Saya bersyukur banget bisa ikut kegiatan ini. Saya sudah lama bersentuhan dengan dunia ini, Cuma selama ini semangatnya naik turun. Dengan mengikuti acara hari ini, me-refresh lagi apa yang sudah kita dapat sekaligus menguatkan semangat kembali untuk menyebarkan kebaikan,” ujarnya.
Ia bilang, penyadartahuan masyarakat untuk bijak dalam mengelola sampah harus terus dilakukan. Sehingga akan semakin banyak orang yang tergerak untuk bersama-sama menjadikan bumi bebas dari sampah.***