Beberapa siswa SMK Yapis Kota Bogor tampak sibuk membuat lubang biopori di lahan parkir yang berada di lingkungan sekolahnya, Rabu (26/10/2022). Sementara beberapa siswa lainnya berkeliling area sekolah dengan membawa karung berwarna putih. Mulai dari area kelas, halaman masjid, kantin, toilet dan lainnya. Beberapa lainnya, melakukan inspeksi sampah yang bantaran sungai Ciliwung yang berada tepat di pinggir sekolah tersebut. Sampah yang mereka temukan dalam kegiatan inspeksi itu lalu lalu dimasukan ke dalam karung.
Setengah jam berkeliling area sekolah, sampah yang berhasil mereka ambil lalu dikumpulkan di depan ruangan kelas yang disulap menjadi aula tempat diselenggarakannya acara “PSC Goes to School”. Tiga ember berukuran sedang dijajarkan di depan para siswa yang berkumpul. Masing-masing ember tertulis kategori sampah. Ada organik, anorganik dan residu. Setelah itu, masing-masing siswa membuka isi karung lalu memasukan sampah ke dalam ember sesuai dengan jenisnya. Sampah organik yang berhasil mereka kumpulkan kemudian dimasukan ke dalam lubang biopori.
“Ini sampah bekas saset kopi. Berarti masuk sampah residu!” kata seorang siswa.
“Kalau ini daun dan ranting. Masuk sampah organik!”
Sebelum berkeliling area sekolah dan memungut sampah, mereka berkumpul di aula. Panitia acara tersebut memutar beberapa film pendek bertema soal sampah, sungai dan plastik. Para siswa juga diajak untuk berdiskusi terkait dengan masalah sampah yang ada di sekitarnya. Sebelumnya, acara serupa juga pernah diselenggarakan di Pondok Pesantren Daarul Uluum Kota Bogor beberapa waktu yang lalu.
Hendi Septian, siswa kelas XII jurusan otomatisasi tata kelola perkantoran SMK Yapis mengaku senang ikut serta dalam acara tersebut. Ia tampak bersemangat dalam membuat lubang biopori. Ini kali pertama ia melakukan hal tersebut.
“Acara ini sangat penting. kami belajar soal pemilahan dan mengenal jenis-jenis sampah,” katanya.
Hendi mengaku sudah terbiasa memilah sampah kering dan basah di rumahnya. Meski ia mengatakan, fasilitas tempat pembuangan sampah di sekolahnya belum terpisah. Masih tercampur antara sampah organik dan anorganik. Ia berharap ke depannya sampah bisa dipisah sebelum dibuang ke TPA.
“Sekarang saya jauh lebih tahu lagi soal sampah organik, anorganik dan residu. Kegiatan seperti ini harusnya bisa dilakukan terus. Soalnya masih banyak yang suka membuang sampah sembarangan. Sampah plastik itu banyak banget, sering menumpuk. Udah begitu ganggu juga karena susah terurai. Solusinya didaur ulang, dikurangi dengan membawa tumbler dan tempat makan sendiri. Setelah selesai mengikuti acara ini, saya akan gajak teman-teman untuk mulai memilah sampah juga,” katanya.
Kepala sekolah SMK Yapis Rohmah Komalawati mengapresiasi acara tersebut. Menurutnya, acara edukasi terkait pelestarian lingkungan hidup yang diselenggarakan di sekolahnya bukan kali pertama dilakukan. Beberapa tahun yang lalu bahkan SMK Yapis pernah mendapatkan juara pertama lomba kebersihan sungai Ciliwung. Tak hanya itu, sekolah itu juga pernah menjadi bagian dari program penenaman pohon yang dilakukan di sepanjang bantaran sungai Ciliwung. Pihaknya terus berkomitmen untuk terus mengedukasi siswa-siswinya agar lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Terutama yang berkaitan dengan penanganan sampah plastik.
“Acara ini sangat penting dalam rangka program edukasi sampah pada satuan pendidikan yang dikaitkan dengan sungai Ciliwung. Karena memang sekolah kita ada di bantaran sungai Ciliwung. Bahkan ketika orang luar mengatakan Yapis, mereka mengatakan yayasan pinggir sungai. Padahal Yapis itu Yayasan Pendidikan Islam. Karena memang lokasi kita berada di pinggiran sungai Ciliwung,” kata perempuan yang akrab disama Lala tersebut.
Lala berharap, para siswa yang mengikuti kegiatan tersebut bisa menjadi agen perubahan. Menyebarkan ilmu yang didapat kepada teman-teman dan lingkungan sekitarnya. Sehingga bisa memberikan dampak yang lebih baik bagi kebersihan di sekitar lingkungan sekolahnya.
“Supaya tidak banjir dan sungai Ciliwung bersih, kita harus menjaga lingkungan. Kami terbuka untuk bekerjasama dengan banyak pihak dalam mewujudkan hal ini. Juga siap mendukung dalam menyukseskan program PSC di Kota Bogor,” katanya.
Lala juga mengatakan, hadirnya PSC di Kota Bogor diharapkan bisa meminimalisir timbunan sampah yang ada di lingkungan sekolahnya. Meski ia menyadari untuk mewujudkan hal tersebut perlu kolaborasi apik dari berbagai pihak.
“Kita dapat menjaga lingkungan di sekitar kita. Bahkan kita dapat mengedukasi masyarakat di sekitar kita tentang cara memilah sampah. Kalau bukan kita siapa lagi? Harapannya pertemuan kali ini bisa memberikan manfaat buat kita semua. Kita akan libatkan para siswa ini untuk menjadi tim pengkampanye program PSC. Jadi program ini akan kita lanjutkan,” ujarnya.
Ia juga berharap program PSC yang dijalankan di sekolahnya bisa berjalan berkesinambungan. Sehingga anak didiknya bisa lebih paham mengenai pentingnya memilah sampah dan mengurangi penggunaan plastik.
“Sehingga sampah yang ada di lingkungan sekolah bisa terkelola dengan baik. Bahkan kita dapat menjadikan sampah yang ada di lingkungan kita menjadi nilai ekonomis,” pungkasnya.
Aktivis WWF Indonesia Saipul Siagian mengatakan, PSC merupakan sebuah gerakan global yang diinisiasi oleh lembaga tempat ia bernaung. Tujuannya untuk mengurangi sampah plastik yang dibuang ke alam secara drastis. Di Indonesia, Bogor menjadi kota pertama yang mendeklarasikan ikut berkontribusi dalam menyukseskan program tersebut. Di kota hujan itu, PSC bekerjasama dengan berbagai pihak. Diantaranya Pemkot Kota Bogor, Satuan Tugas Naturalisasi Sungai Ciliwung, Yayasan Rekam Nusantara dan lainnya.
“Dulu WWF lebih banyak bekerja di isu konservasi satwa liar dan hutan. Tapi sekarang kita juga fokus menangani sampah plastik karena ini juga berkorelasi dengan habitat satwa liar. Karena dampaknya sampai ke perubahan iklim. Setiap hari kita secara tidak sadar telah membuang sampah plastik dan mencemari laut,” katanya.
Saipul mengibaratkan sampah plastik yang dibuang ke aliran sungai Ciliwung. Meski lokasi tempat membuang sampah plastik berada di Kota Bogor, tetapi ia akan terbawa oleh aliran sungai dan bermura ke lautan yang jaraknya ratusan kilo meter. Sampah-sampah plastik itu kemudian mencemari lautan, hingga menjadi mikro plastik dan dimakan oleh biota laut. Kasus yang sempat mengemuka, ditemukan paus mati terdampar di pantai. Ketika dilakukan otopsi, dalam tubuhnya ditemukan banyak sekali sampah plastik. Hal ini yang mendasari WWF turut serta dalam penanganan sampah plastik.
“Siswa SMK Yapis adalah agenda perubahan untuk pengelolaan plastik yang lebih baik dan cerdas di kota Bogor. Kita ingin mengajak semua pihak termasuk kalangan pelajar untuk mengurangi penggunaan plastik. Kita semua punya tanggungjawab yang besar untuk mendorong kota tempat kita tinggal menjadi pengelola sampah plastik yang lebih pintar,” ujarnya.
Ia berharap acara edukasi terkait pemilahan sampah dan pengurangan penggunaan plastik bisa terus dilakukan. Sehingga memunculkan sebuah gerakan bersama untuk mengurangi timbunan sampah plastik di alam.
“Semoga bisa dapat banyak hal dari diskusi ini. Bahwa berubah itu mudah, memilah itu enggak susah. Sehingga kita bisa memberikan dampak yang baik bagi lingkungan sekolah dan sekitarnya,” pungkasnya.
Selain di SMK Yapis, acara serupa juga diselenggarakan di GOR Pajajaran Kota Bogor. Acara edukasi pengurangan sampah plastik itu, melibatkan seratusan pelajar SMP Yapis. Dilakukan secara atraktif melalui berbagai permainan edukasi dan pemutaran film. Acara ini melibatkan tim Panda mobile WWF Indonesia.***