Sampah menjadi permasalahan yang masih belum bisa teratasi dengan baik. Berbagai upaya dilakukan guna mengurai benang kusut permasalahan tersebut, tapi masih belum bisa sepenuhnya teratasi dengan baik. Tumpukan sampah masih juga menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di beberapa kota. Hal ini terjadi karena perilaku masyarakat belum sepenuhnya berubah. Masih mencampur-adukan antara sampah organik dan anorganik. Atau bahkan membuang sampah sembarangan.
Persoalan pelik terasa dalam penanganan sampah organik. Sisa-sisa makanan yang tidak dikelola dengan baik, pada akhirnya menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat. Data terbaru menunjukan bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia. Kerugiannya mencapai Rp.551 triliun per tahun.
Sampah organik selama ini tidak terkelola dengan baik. Dibuang begitu saja hingga menggunung di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Tak heran jika hal itu pada gilirannya menimbulkan bencana. Seperti yang bencana longsor terjadi di TPA Leuwigajah yang menewaskan ratusan orang di tahun 2005 yang lalu.
Melihat kondisi tersebut, tim Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung Kota Bogor, berupaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sampah organik yang dihasilkan warga yang tinggal di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, dikelola dengan baik. Dijadikan pakan maggot, dimasukan ke dalam lubang biopori dan bahkan diproduksi menjadi Pupuk Organik cair (POC).
Aktivis Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung M. Fahrozi Al-Faisin mengatakan, bisa juga dimanfaatkan menjadi POC. Jika dikumpulkan dan sudah terpisah dari sampah anorganik, ia bisa diolah menjadi pupuk cair.
“Pupuk organik cair memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan kompos padat. Kompos cair lebih cepat meresap ke dalam tanah dan diserap oleh tanaman, dan lebih praktis digunakan,” kata pria yang akrab disapa Oji tersebut dalam acara diskusi di Bogor, Selasa (29/11/22).
Lebih lanjut Oji mengatakan, POC sangat berguna untuk menyuburkan tanaman, memperbaiki struktur sekaligus meningkatkan unsur hara tanah. Juga meningkatkan daya serap air pada tanah. Bahkan juga bisa menimbulkan peluang ekonomi baru.
“Alat yang dibutuhkan untuk memproduksi POC juga sangat sederhana. Kita hanya perlu timbangan, ember atau wadah sampah organik, ember komposter, sampah organik, molase probiotik dan botol untuk mengemas POC,” katanya.
Oji bilang, sampah organik yang dikumpulkan kemudian difermentasi dengan menggunakan probiotik yang telah dicampur dengan molase. Dalam prosesnya, campuran tersebut harus diaduk secara berkala tiga hari sekali. Setelah 14 hari kemudian kuras cairan dan dipindahkan ke galon lalu ditutup dengan rapat. Tutup galon kemudian dibuka secara berkala untuk membuang gas hasil fermentasi.
“Setelah proses fermentasi selama dua bulan, cairan siap dipanen dengan menggunakan saringan untuk kemudian bisa digunakan. Setelah itu bisa kita kemas dan siap dipasarkan,” katanya.
Bujang Slamet, juga aktivis Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung mengatakan, produksi POC yang dilakukan oleh pihaknya merupakan sebuah langkah strategis untuk mengimplementasikan konsep ekonomi sirkular.
Beberapa waktu lalu, leader masing-masing wilayah kerja Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung, mengikuti pelatihan sirkular ekonomi yang diselenggarakan oleh PPM School of Management. Kegiatan tersebut terselenggara atas inisiasi program PSC (Plastic Smart Cities), sebuah gerakan global yang diinisiasi oleh WWF. Selain Satgas, beberapa peserta lain yang mengikuti kegiatan tersebut adalah pengelola bank sampah, TPS3R dan pihak lainnya yang konsen di isu sampah. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah menciptakan peluang bisnis dari sampah yang selama ini dipandang sebagai masalah besar.
“Saat pelatihan, Kami dilatih bagaimana cara mengembangkan potensi ekonomi sesuai yang ada di wilayah kerja kami. Intinya kami harus berupaya untuk mengubah konsep ekonomi liner ke sirkuler. Selama ini kalau menggunakan konsep ekonomi liner kan kita beli produk, pakai, lalu dibuang. Tapi dengan ekonomi sirkuler, konsepnya adalah untuk memperpanjang masa pemakaian produk,” terangnya.
Ide bisnis memproduksi POC yang digagas oleh tim Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung itu, kemudian memperoleh predikat terbaik keempat. Bujang mengaku, predikat yang diraihnya itu membuat rekan-rekannya yang berada di tim Satgas menjadi lebih bersemangat.
“Tapi tentu kami juga harus memetakan konsep ide bisnis ini dengan baik agar sirkular ekonomi berjalan lancar. Kami sudah melakukan pemetaan mitra penting, aktivitas, sumber daya, nilai keunikan produk, hubungan dengan pelanggan, media pemasaran, target pasar, struktur pembiayaan, pendapatan dan lainnya,”paparnya.
Untuk mitra penting, lanjut Bujang, pihak yang akan dilibatkan dalam model bisnis tersebut diantaranya adalah petugas kebersihan, masyarakat di RT prioritas, pengurus di wilayah setempat, dan instansi terkait. Tak hanya memproduksi POC, pihaknya juga akan melakukan hal lain guna mendukung model bisnisnya. Diantaranya edukasi, pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat sekitar.
“Kami akan memaksimalkan potensi sumber daya dari para petugas kebersihan, Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung dan masyarakat di RT prioritas dampingan kami,” ujarnya.
POC katanya, sangat membantu dalam upaya memanfaatkan limbah yang selama ini di buang dan mencemari alam. Juga sekaligus mempromosikan gaya hidup peduli lingkungan, memberdayakan masyarakat, menyuburkan tanah dan menyehatkan tanaman, serta tidak mencemari tanah karena terbuat dari organik. Pihak yang menjadi sasaran utama bisnis ini menurutnya adalah kelompok masyarakat tani dan orang yang memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan.
“Dalam menjalankan model bisnis ini kami akan menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Menjamin kualitas produk, memberi garansi, serta memberi pilihan menarik tentang pembelian produk. Sementara untuk media pemasarannya akan menggunakan sosial media, promosi dari mulut ke mulut, serta bekerjasama dengan Lembaga terkait,” katanya.
Intan Slipia dari WWF Indonesia yang mengawal program PSC mengatakan, kala pelatihan sirkular ekonomi dilaksanakan, tim Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung terlihat sangat antusias. Tidak melewatkan satu sesi pelatihan pun. Acara pelatihan tersebut memang diselenggarakan seminggu sekali selama tiga bulan.
“Model bisnis yang sudah dibuat oleh teman-teman Satgas ini bisa direalisasikan di masing-masing wilayahnya. Harapannya ketika model bisnis yang sudah dijalankan, teman-teman Satgas yang lain juga bisa ikut pelatihan serupa ke depannya. Untuk juga bisa mengembangkan model bisnis yang lainnya demi mendukung sirkular ekonomi ke depannya,” katanya.
Ia berharap kinerja Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung semakin berkembang baik. Juga konsep model bisnis yang dikembangkan bisa berjalan lancar.
“Teman-teman Satgas di setiap wilayah kerjanya itu punya pengolahan sampah masing-masing yang berbeda. Hasil pelatihan bersama PPM School of Management kemarin bisa di-sharing ke teman-teman lainnya. Sehingga bisa memanfaatkan terori-teori yang kemarin sudah didapatkan.Karena tantangannya itu ke depannya. Bukan hanya kemarin saat pelatihan,” tandasnya.***