Puluhan siswa sekolah dasar Bina Tunas Cemerlang Kota Bogor berkumpul di aula sekolah mereka, Rabu (23/11/22). Asyik menyimak tayangan film animasi bertema sampah. Dalam tayangan film itu, tampak seorang anak berada di dalam mobil bersama orangtuanya sembari mengkonsumsi makanan ringan. Setelahnya, ia kemudian membuang kemasan makanan itu ke luar jendela kaca mobil. Visualisasi film itu memperlihatkan sampah yang dibuang meski dianggap kecil, tapi lama kelamaan menumpuk dan menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan tercemar, sampah menumpuk hingga tidak terkendali.
“Aaah… that’s a bad habbit!” ujar seorang siswa.
“That’s make environment dirty!”
Sekolah swasta tersebut memang menggunakan bahasa Inggris dalam kegiatan pembelajarannya. Tak heran jika semua siswa yang meski masih duduk di sekolah dasar itu, sudah fasih berbahasa Inggris.
Usai tayangan animasi tersebut, Direktur Eksekutif Rekam Nusantara Foundation Een Irawan Putra memandu diskusi dengan para siswa. Alur diskusi terasa hangat dan atraktif. Para siswa terlihat begitu bersemangat dan aktif dalam sesi tanya jawab dalam acara PSC Goes to School tersebut. Ia merupakan sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh program PSC (Plastic Smart Cities), sebuah gerakan global yang diiniasi oleh WWF dan Rekam Nusantara Foundation.
Dalam paparannya, Een menjelaskan berbagai macam jenis sampah. Mulai dari organik, anorganik dan residu. Ia bilang, sampah harusnya bisa dipilah sejak dari rumah. Sehingga bisa meminimalisir tumpukan sampah yang masuk ke TPA (tempat Pembuangan Akhir).
“Siap untuk memilah sampah? Kita bisa mulai dari diri sendiri. Kemudian mengajak orangtua di rumah untuk mulai memilah sampah,” katanya.
“Siap!!” kata para siswa.
Seusai sesi diskusi, para siswa dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok melakukan diskusi di dalam ruangan dengan bantuan alat peraga jenis sampah yang sudah disiapkan sebelumnya. Sementara untuk satu kelompok lainnya, diskusi dilakukan di lapangan basket. Berbekal sampah yang ada di lingkungan sekolah, mereka belajar mengidentifikasi berbagai jenis sampah. Sampah organik, anorganik dan residu dimasukan ke dalam ember yang berbeda.
Meisya, siswa kelas 6 mengaku senang mengikuti kegiatan tersebut. Ia bilang, lewat kegiatan itu ia belajar banyak mengenai jenis-jenis sampah dan pentingnya untuk memilah sejak dari rumah.
“Sampah itu bisa merusak lingkungan. Sekecil-kecilnya kita bisa memisahkan sampah organik dan anorganik untuk membuat perubahan di dunia ini. Mulai dari hal-hal yang terkecil. Di rumah saya punya tempat sampah yang berbeda untuk sampah anorganik dan organik. Saya akan terus melakukan hal ini,” katanya.
Siswa kelas 5 Abigael mengatakan, lewat kegiatan itu ia belajar bagaimana cara memilah sampah dengan cara yang benar. Dalam kegiatan sehari-hari ia bilang, sudah seharusnya bisa membuang sampah sesuai dengan tempatnya.
“Kalua kita membuang sampah sembarangan, makhluk hidup yang ada di daratan atau di lautan akan sakit dan bisa mati. Dari tadi kita bicarakan soal sampah residu, organik dan anorganik. Residu adalah kayak sampah yang tidak bisa dipakai lagi. Organic itu sampah sisa makanan, anorganik sampah yang bukan dari tumbuhan. Kita harus memilah dan mengurangi sampah to care about the environment,” terangnya.
Koordinator Sekolah Bina Tunas Cemerlang Fridarwati mengatakan, pihaknya senang dengan adanya kegiatan tersebut. Edukasi soal sampah menurutnya, merupakan pengalaman yang baru bagi anak didiknya.
“Biasanya mereka kan belajar lewat buku lalu bisa juga mencari lewat google. Tapi ini pengalaman yang berbeda buat mereka sebab bisa mendengarkan penjelasan dari yang bukan gurunya which is good. Sumber pelajaran kan bisa dari mana saja. Lalu mereka bisa langsung praktik juga memilah sampah,” ujarnya.
Apalagi menurutnya, dengan adanya praktik langsung memilah sampah, membuat anak didiknya lebih mudah memahami berbagai kategori sampah. Ia berharap apa yang sudah dipelajari lewat kegiatan tersebut, bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Mungkin mulai dari diri sendiri, keluarga, lalu mungkin di lingkungannya.”
Terkait dengan pengelolaan sampah, Frida mengaku selama ini pihaknya memang belum menerapkan konsep pemilahan. Sekolah baru sebatas menyediakan tempat pembuangan sampah dan menyatu antara organik, anorganik serta residu.
“Itu memang belum kita aplikasikan. Jadi masih ya sudah mereka buang sampah di satu tempat. So far yang kita tekankan ya sudah buang sampah pada tempatnya. Thats it. Tidak memilah ini waste apa, organik ke mana, anorganik ke mana, itu belum. Hopefully ke depannya bisa diterapkan. Mungkin dengan begini juga sekolah kami bisa lebih baik lagi dalam pengolahan sampah. Mungkin kita bisa memilah sampah dengan menyediakan tempat pembuangan sampah sesuai dengan jenisnya. That’s a good things,” paparnya.
Menariknya untuk mengurangi sampah plastik, Sekolah Bina Tunas Cemerlang mempunyai kebijakan tersendiri. Para siswa diharuskan membawa botol minum dan kotak makanan sendiri. Kebijakan tersebut efektif untuk mengurangi produksi sampah plastik. Hal ini juga sejalan dengan visi PSC untuk mengurangi kebocoran sampah plastik di alam sebesar 30% di tahun 2030.
“Kebijakan siswa membawa tumbler dan kotak makanan sendiri, memang sudah dari dulu diterapkan. Di sekolah kita memang tidak ada kantin. Jadi kita meminta mereka untuk membawa makanan sendiri. Membeli minuman dalam kemasan, lalu makanan dengan kemasan, itu memang kita mencoba menguranginya salah satunya yaitu dengan membawa makanan sendiri dari rumah. Itu memang dari dulu diterapkan,” terangnya.
Setelah kegiatan PSC Goes to School, Frida berharap para siswa didikannya bisa lebih paham mengenai isu persampahan. Pihaknya juga berkomitmen untuk mulai memilah sampah di lingkungan sekolahnya dengan menyediakan fasilitas tempat pembuangan sampah yang dibedakan sesuai dengan jenisnya.
“Mudah-mudahan mereka bisa mengingatkan minimal diri sendiri dan juga mengajak orangtuanya untu mulai memilah sampah,” pungkasnya.***