Listrik saat ini amat sangat diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, apakah kamu tahu dari mana sumber energi untuk menghasilkan listrik? Benarkah pemanfaatan sumber daya alam dapat memperparah perubahan iklim?
Pemanfaatan sumber daya alam dapat menyebabkan perubahan iklim karena penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam yang menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (NOx).
Emisi gas rumah kaca dapat menyebabkan peningkatan suhu rata-rata Bumi (global warming) dan perubahan cuaca yang signifikan, yang kemudian dapat mempengaruhi sumber daya alam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan iklim dapat mengakibatkan pergeseran dan gangguan pada ekosistem alami, termasuk hutan, terumbu karang, dan ekosistem laut.
Temuan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) terbaru menunjukkan bahwa sumber GRK terbesar berasal dari sektor energi (34%). Lalu disusul industri (24%), kegiatan di sektor pangan, kehutanan, dan alih fungsi lahan (22%), dan transportasi (15%) serta bangunan (6%). (https://theconversation.com/transisi-energi-di-indonesia-tiga-hal-yang-perlu-kamu-tahu-212691)
Sumberdaya alam terbagi dua; dapat diperbarui dan tidak dapat diperbarui.
Sumber daya alam yang dapat diperbarui adalah kekayaan alam yang memiliki sifat dapat pulih kembali, seperti kekayaan alam hayati, dan kekayaan alam hewani, air, hewan, tumbuhan, tanah, dan matahari. SDA jenis ini dapat dibudidayakan, atau dikembangbiakan. Contoh sumber daya alam yang dapat diperbarui adalah sinar matahari, air, angin, panas bumi, dan biomassa.
Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah kekayaan alam yang dapat habis apabila digunakan secara terus-menerus. Contoh sumber daya alam yang tidak diperbaharui adalah minyak bumi, gas alam, batu bara, gas, perak, besi, dan lain-lain. Jenis-jenis sumber daya alam seperti disebutkan di atas sebetulnya dapat terbentuk kembali secara alami, tetapi membutuhkan waktu yang lama, tidak sebanding dengan ongkos memulihkan lingkungan.
Saat ini kondisinya diperparah dengan laju percepatan krisis iklim. Maka, salah satu upaya yg bisa kita lakukan secara kolektif adalah mengganti sumber daya yang menghasilkan energi, yaitu bertransisi energi.
Saat ini Rekam Nusantara Foundation membuat karya serial video dokumeter dari praktek-praktek yang ada, ini menjawab soal Transisi Energi bukanlah hal yang mustahil, namun bisa dilakukan secara perlahan. Tentunya dengan pengetahuan-pengetahuan, dorongan kebijakan juga peran dari semua pihak.
Kami merangkumnya dalam serial video dokumenter Menyoal Transisi Energi dan sudah dilaunching ke masyarakat umum pada Rabu (28/02). Ada 6 episode yang kami sajikan: Bagaimana mengcapture praktik-praktik yang sudah dilakukan oleh masyarakat, organisasi nonprofit, industri dan pemerintah kita bisa sama-sama menjadi saksi upaya Indonesia dalam bertransisi energi yang berkeadilan. Sebanyak 90 orang dari berbagai kalangan memeriahkan kegiatan launching di Teater Asrul Sani, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
“Melalui serial ini kami ingin membuka wawasan audience di indonesia utamanya perihal upaya transisi energi yang sudah dilakukan, dan peluang potensi transisi energi yang bisa dilakukan dari seluruh pelosok Nusantara.” pungkas Een Irawan Putra.
Lalu, Bagaimana serial video dokumenter ini jadi bagian aksi penyadartahuan menyoal transisi energi dan menjadi modal untuk melakukan kampanye ke lebih banyak pihak? Karena masyarakat bisa melihat langsung praktik-praktik yang sudah dilakukan, potensi peluang di daerah masing-masing serta aksi kolaborasi yang bisa dilakukan. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan serial video? Yang terlibat organisasi nonprofit yang riset dan pendampingan masyarakat terkait isu energi, pemerintah daerah dan masyarakat.
Selain pemutaran, diskusi publik juga digiatkan, tak luput instalasi interaktif juga dihadirkan. Kami mengundang para stakeholder untuk berbagi perspektif bagaimana Transisi Energi dapat dijalankan.
Berbagai tanya soal energi hitam dan hijau menuntun peserta untuk menyusuri 2 instalasi interaktif perihal fakta-fakta yang kami tangkap di lapangan. Cerita inspiratif dari daerah Gunung Halu, bagaimana Toto dan masyarakat sekitar menikmati energi bersih dari alam, dan juga cerita bagaimana alam semakin sesak karena kepulan asap hitam dari cerobong pembangkit energi kotor yang diresahkan masyarakat Suralaya dan warga lainnya.
Peserta juga diajak masuk ke dalam capture-capture kondisi alam yang sehat, alam yang rusak dan masyarakat yang terdampak yang dihadirkan dalam pameran foto. Terakhir, sebelum peserta diajak masuk untuk menyaksikan serial video dokumenter, instalasi nyala lampu siap memberikan bekal untuk para peserta, sebagai media refleksi dan juga bahan diskusi.
Malvin Adinoegroho selaku Direktur Komunikasi Kreatif membuka event launching ini, Bab I dan II dari Serial Video Dokumenter pun diputarkan. Sekitar 40 menit waktu berjalan, pasang mata yang menyaksikan begitu terbawa arus ke dalam film. Setelahnya, menghadirkan Een Irawan Putra (Direktur Urban dan Sustainbility, Rekam Nusantara Foundation), Beyrra Triasdian (Trend Asia), Toto Sutanto (Sekretaris Koperasi Rimba Raya, PLTMH MIkrohidro Gunung Halu), Harry Pujiansyah Bahri (PT. Asindo Tech) dalam sesi diskusi yang dipandu Akita Verselita (Mongabay Indonesia) pun berjalan begitu sengit.
“Kami telah melalui diskusi panjang dalam menentukan konsep dan gagasan yang ingin coba kami sampaikan bersama teman-teman Bangda, Ford dan Mitra lokal.” Papar Een
Dalam video ini kami memasukan sumber daya alam yang terbarukan sebagai sumber pengganti energi seperti Matahari, Air, Bayu dan Biomassa. “Indonesia punya tuntutan global untuk turut serta dalam bertransisi. Tetapi nilainya sangat besar sekitar 3000 Trilyun, kita berharap dengan nilai tersebut bisa menjawab tuntutan global.” Lanjutnya.
“Transisi energi adalah bentuk yang paling perlu kita lakukan. Kenapa? Karena kerusakan di muka bumi dari tahun ke tahun semakin terasa dampaknya. " Ucap Beyrra
Trend Asia pun mengcapture daerah-daerah yang sudah mulai banyak melakukan transisi energi sesuai dengan hasil riset dan kerja-kerja di lapangan.
“2010, penolakan krisis iklim di mana-mana, saat ini dengan sangat nyata; contoh kalimantan yang tidak pernah banjir, kondisi elnino, keanehan kan hanya skali-sekali tapi sekarang merasakan panas berlebih, tapi sekarang dari musim hujan kok panas, begitupun sebaliknya, salah satu yg mendorong jadi narasi jarang diobrolin, kenapa energi jadi poin?”
Lalu, komunitas masyarakat sudah mulai peduli dan memanfaatkan Sumber Daya Alam yang cocok dengan daerhanya dalam memperoleh kemandirian energi.
Toto menceritakan “Tantangan di masyarakat yang paling berat, sebelum adanya PLTMH hanya ada kincir tenaga air tradisional, kapasitasnya hanya 100 watt/ orang.”
Desa Tangsijaya, Gunung Halu berada di daerah terpencil, Sumberdaya alam yang ada hanya sungai. Dari sinilah Toto dan rekannya mengolah pengetahuan lokal dan berkolaborasi dengan para pihak untuk mengembangkan PLTMH yang bisa menghidupi banyak kepala keluarga.
“Debit air sangat mendukung, namun pembiayaan terhambat. Pada waktu itu saya mengajukan ke pemerintah, dibiayain Dinas ESDM Jawa Barat dari tahun itu berjalan sampai sekarang, kapasitasnya 18kw, pertumbuhan penduduk bertambah. 18 kw hanya 60 rumah, 1 rumah 125watt. Kini dengan adanya PLTMH dan kemajuan teknologi, kapasitasnya sudah bertambahb 80 rumah daya listriknya 450 watt, kalo hitung-hitung saat ini sudah 30 kw, potensi masih ada dan tantangannya menyadarkan masyarakat. PLTMH modal dari Perhutani, dengan adanya hutan lindung tidak boleh ada penebangan, olah lahan, dll yg bisa ditanam hanya tanaman keras, dari dulu bnyk tanaman kopi.” Terang Toto.
Sekarang masyarakat Desa Tangsijaya Gununghalu sudah merasakan manfaatnya, selain teraliri listrik, pesanan kopi sudah menumpuk bahkan sampai 200 ton pertahun.
Tidak hanya di situ, semua sektor perlu kontribusi. Salah satunya industri yang menghasilkan dampak pelepasan karbon tertinggi, ini dibuktikan dgn PT Asindo yg mengolah limbah metannya menjadi enegi untuk operasional pabriknya.
Hari menerangkan “perusahaannya adalah karya anak bangsa, dan dirinya sudah berkecimpung di dunia Energi Baru dan Terbarukan, dari sisi waste: agro industry dengan 1.000 pabrik kelapa sawit air limbah diolah jadi biogas, parameter natural di gunung hutan sedikit, tapi jika dari waste luar biasa.”
“Satu pabrik dengan kapasitas produksi 30 ton, bisa jadi 1 megawat listrik. Limbah cair buat biogas, heksos dari listrik PLN, sawit steam turbin bisa menghasilkan energi: Saat ini di pasar Eropa, Biogas merupakan syarat untuk ekspor (RSPO) namun regulasi itu blm jadi mandatory di indonesia.
“Net zero 2045 dimulai dari skrg, teknologi ngga susah2 amat tp bisa.” lebih lanjut Hari menegaskan
Perlu diketahui, Transisi Energi adalah sebuah upaya untuk menahan laju percepatan perubahan iklim dan perlu komitmen bersama dari semua pihak untuk merealisasikannya.
**Serial video dokumenter Menyoal Transisi Energi akan tayang terbatas di beberapa kegiatan, sebelum diunggah pada kanal Youtube Rekam Nusantara