Sampah masih menjadi permasalahan yang belum bisa terselesaikan dengan baik. Pola konsumsi masyarakat yang tinggi ditambah kesadaran yang rendah dalam pengelolaan sampah, menjadi penyebabnya. Masih banyak ditemukan masyarakat yang membuang sampahnya sembarangan. Pun kalau membuang sampah pada tempatnya, dilakukan tanpa proses pemilahan sejak dari awal. Alhasil, tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), terus meningkat dan bahkan di beberapa wilayah sudah tidak bisa tertampung lagi.
Apalagi jika berbicara soal sampah plastik yang sulit untuk diurai. Memerlukan upaya serius dalam menanganinya. Selama ini sampah juga pada akhirnya banyak yang tertimbun di saluran sungai. Sehingga menyebabkan banjir dan berbagai bencana lainnya.
Berbagai upaya untuk mengurai permasalahan tersebut sudah dilakukan oleh berbagai pihak. Berbagai insiatif seperti pembentukan bank sampah, pembangunan TPS3R banyak dilakukan di berbagai daerah. Meski begitu, hal itu masih belum cukup. Hal ini karena bank sampah dan TPS3R masih belum berjalan dengan baik. Model bisnisnya masih menggunakan paradigma lama. Sampah dikumpulkan, lalu diangkut. Sementara model bisnis yang ada, tidak berjalan secara berkesinambungan.
Menjawab hal tersebut, Sekolah Tinggi Manajemen PPM bekerjasama dengan WWF Indonesia melalui program Plastic Smart Cities (PSC), menggelar pelatihan penerapan konsep sirkular kepada pengelola bank sampah dan TPS3R. Acara diselenggarakan mulai Senin (19/9/2022) seminggu sekali dan akan selesai pada bulan November 2022. Acara tersebut diikuti oleh 30 pengelola bank sampah dan TPS3R yang berada di Bogor dan Jakarta. 20 dosen dan 45 mahasiswa sekolah tinggi manajemen PPM yang berperan sebagai pemateri dan pendamping dalam acara pelatihan tersebut.
“Kita tahu bahwa ekonomi sirkular adalah sebuah alternatif solusi yang ditawarkan untuk menggantikan sistem ekonomi linier tradisional yang menggunakan model ambil, pakai dan buang. Dengan menerapkan konsep ekonomi sirkular, diharapkan bisa meminimalkan produksi limbah dengan memilah dan menggunakan kembali produk dan bahan sebanyak mungkin secara sistemik dan berulang-ulang,” kata Wakil ketua I bidang akademik dan kemahasiswaan Sekolah Tinggi Manajemen PPM Eva Hotnaida Saragih beberapa waktu yang lalu.
Menurut Eva, dalam konsep sirkular ekonomi penggunaan sumber daya sampah, emisi dan energi yang terbuang diminimalisir dengan memutus siklus produksi konsumsi. Sekaligus juga memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, penggunaan kembali, daur ulang menjadi produk semula maupun produk lain. Pengetahuan-pengetahuan seperti itul yang akan diberikan selama pelatihan dan pendampingan berlangsung.
“Saya berharap semoga dampak dari kegiatan pelatihan dan pendampingan ini, dapat mewujudkan kemandirian bank sampah dan TPS3R melalui penerapan modal bisnis dan ekonomi sirkular. Tidak hanya sampai pada peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta pada bidang pengembangan produk, managemen SDM, managemen keuangan, managemen pemasaran dan kewirausahaan, tetapi sampai mampu menerapkan dan mendapatkan hasilnya pada pengembangan bisnis peserta,” katanya.
Climate and Footprint Programme Manager WWF Indonesia Tri Agung Rooswiadji mengatakan, kerjasama yang terjalin antara program Plastic Smart Cities (PSC) Indonesia dengan Sekolah Tinggi Manajemen PPM dalam pengelolaan sampah berbasis sirkular ekonomi, merupakan hal yang baik.
“Tujuan dari pelatihan ini adalah dalam upaya mengurangi sampah plastik ke alam. Saat ini manajemen pengelolaan sampah masih berbasis linier. Ambil, angkut, buang. Sehingga kita perlu inovasi baru dalam menerapkan pengelolaan sampah yang berbasis sirkular ekonomi. Sampah sendiri dari sisi lain memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Dan dalam upaya ini maka diperlukan strategi, pengetahuan, dan juga model bisnis yang baru,” ucapnya.
Tri bilang, sirkular ekonomi merupakan konsep yang relatif baru dan perlu mengembangkan inovasi-inovasi baru. Ia berharap tantangan dalam mewujudkan konsep sirkular ekonomi bisa terwujud dalam pelatihan tersebut.
“Kami di PSC bersedia memberikan dukungan dalam implementasi hasil pelatihan ini tentu saja dalam bisnis model yang akan disusun. Sehingga ke depannya pengelolaan sampah berbasis sirkular ekonomi dapat kita terapkan bersama,” katanya.
Pengelola TPS3R MBR (Mutiara Bogor Raya) Sulistiawati mengapresiasi gelaran pelatihan tersebut. Ia bilang, selama ini sudah cukup lama berkecimpung dalam urusan pengelolaan sampah. Produk turunan dari sampah di TPS3R yang dikelolanya sudah cukup banyak. Seperti magot, pertanian organik, ikan lele, telur puyuh dan lainnya. Hanya saja selama ini ia merasa belum cukup ilmu untuk lebih mengembangkan TPS3R dari sisi ekonomi dan manajemennya.
“Kami memang belum punya ilmu tentang manajemen. Mudah-mudahan dengan mengikuti pelatihan ini, kami jadi mempunyai gambaran tentang bagaimana kami harus mengemas produk, memasarkan, menghitung laba rugi dan lainnya. Apa yang dibutuhkan dalam mengembangkan model sirkular ekonomi di pengelolaan TPS3R semuanya tergambar di pelatihan ini. Mudah-mudahan itu bisa menunjang pengelolaan TPS3R kami ke depannya,” kata Sulis.
Lebih lanjut ia mengatakan, lewat pelatiha tersebut ia bisa melihat peluang bisnis dari pengelolaan TPS3R. Untuk selanjutnya diimplementasikan dengan baik. Baik dari sisi model bisnis, neraca keuangan, pemasaran, peningkatan SDM dan lain sebagainya.
“Setidaknya kami bisa mengetahui bahwa apa yang kami geluti selama ini, ternyata merupakan suatu bisnis yang bisa menguntungkan. Selama ini dari TPS3R yang dikelola, sirkular ekonomi sudah berjalan. Kami kan sudah mengolah sampah. Bahkan kami membuat produk turunannya. Dari mulai kasgot, kompos, telur puyuh, telur ayam. Cuma kami belum begitu paham cara managemen keuangan yang baik seperti apa? Kita hanya pembukuan manual saja. Tapi secara neraca ekonomi, kita belum bisa menggambarkannya. Makanya ini hal yang luar biasa buat saya untuk belajar mengenai manajemen pengelolaan sampah yang baik,” ujarnya.
Ia bilang, ilmu yang didapatkan dari pelatihan itu akan diterapkan dalam pengelolaan TPS3R di MBR. Di sisi lain, ia juga berharap adanya pendampingan yang intensif secara terus menerus sehingga TPS3R yang dikelolanya bisa berkembang lebih baik lagi.
“Penyampaian pematerinya sangat jelas. Apalagi tadi ditambah dengan modul yang diberikan kepada kami. Sejauh ini saya bisa memahami betul apa yang disampaikan oleh pemateri. Tinggal kita aplikasinya saja. Sudah tergambar di benak saya harus berbuat apa,” katanya.
Aktivis Satgas Naturalisasi Sungai Ciliwung Bujang Slamet mengatakan, kegiatan pelatihan tersebut merupakan hal yang luar biasa. Dengan mengikuti pelatihan tersebut, menjadi modal yang sangat penting dalam pengelolaan sampah ke depannya.
“Selama ini kami fokus untuk mengedukasi masyarakat dalam mengelola sampah dengan bijak. Belum mengarah pada model bisnis pengelolaan sampah. Tapi setelah mengikuti kegiatan ini, ada masukan berharga. Ketika nanti kembali ke wilayah, akan mendiskusikan pengelolaan sampah berbasis sirkular ekonomi dengan masyarakat. Kami akan formulasikan sehingga eprjalanan pelatihan ini mudah dihapami oleh mayarakat,” pungkasnya.***